Inovasi S-3 SMAN 1 Banyuwangi Tawarkan Solusi Praktikum Sains yang Murah, Aman, dan Ramah Lingkungan

Web Resmi SMA Negeri 1 Banyuwangi (PRABANGKARA MANDALA ADHITAMA)

Inovasi S-3 SMAN 1 Banyuwangi Tawarkan Solusi Praktikum Sains yang Murah, Aman, dan Ramah Lingkungan

Banyuwangi, 22 Agustus 2025 – Di tengah keterbatasan fasilitas laboratorium dan mahalnya bahan kimia di sekolah-sekolah, SMAN 1 Banyuwangi memperkenalkan terobosan pendidikan sains yang berpotensi mengubah wajah praktikum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Indonesia. Melalui inovasi bertajuk S-3 (Small Scale Science), sekolah ini menghadirkan metode pembelajaran laboratorium yang lebih efisien, aman, dan berwawasan lingkungan.

Diprakarsai oleh Ratna Meitarini, guru kimia sekaligus Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan SMAN 1 Banyuwangi, program S-3 dirancang untuk menjawab berbagai persoalan klasik dalam kegiatan praktikum sekolah: keterbatasan alat, mahalnya bahan, waktu pembelajaran yang terbatas, serta dampak limbah kimia terhadap lingkungan.

“Inovasi ini lahir dari realita di lapangan—alat kaca yang mudah pecah, bahan kimia yang mahal, dan limbah yang belum tertangani dengan baik,” ujar Ratna saat diwawancarai, Jumat (22/8).

Konsep KILAT—akronim dari Kreatif, Irit, Limbah minim, Alat kecil, dan Tepat guna—menjadi landasan metode ini. Praktikum dilakukan dengan peralatan berskala kecil, sebagian besar terbuat dari plastik sederhana yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya, efisiensi biaya meningkat secara drastis, sementara risiko keselamatan dan pencemaran lingkungan dapat ditekan secara signifikan.

Ratna mengembangkan metode ini setelah mengikuti pelatihan Small Scale Chemistry di Thailand, yang didanai oleh Bangkok Bank. Sekembalinya ke Indonesia, ia menggagas pembentukan Tim Inovasi S-3, yang melibatkan guru-guru dari bidang Kimia, Fisika, dan Biologi.

Secara ekonomis, penerapan S-3 diklaim mampu menurunkan biaya praktikum hingga 90 persen. Dari sisi lingkungan, metode ini selaras dengan prinsip Green Chemistry karena hanya memproduksi limbah dalam jumlah minimal. Sedangkan dari segi keselamatan, penggunaan bahan kimia dalam skala kecil dan alat berbahan plastik mengurangi potensi cedera bagi siswa.

“Ini bukan hanya tentang penghematan, tapi bagaimana siswa bisa tetap mendapatkan pengalaman praktikum yang bermakna dan aman,” kata Ratna.

Implementasi program ini tak berhenti di lingkungan internal sekolah. Tim S-3 aktif melakukan pelatihan bagi para guru IPA di wilayah Banyuwangi melalui forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Program ini bahkan telah menjangkau sekolah-sekolah di luar Jawa Timur, seperti Jakarta, Jawa Barat, hingga Sumatera Utara. Universitas Negeri Medan turut mengundang Ratna sebagai narasumber dalam pelatihan untuk 100 guru kimia dari seluruh provinsi.

Meski menghadapi kendala dalam skala produksi alat dan kebutuhan kalibrasi untuk praktikum kuantitatif, Tim S-3 terus menggandeng pihak eksternal seperti pelaku industri dan komunitas edukatif guna mengembangkan program ini secara lebih luas.

Ke depan, inovasi S-3 digadang-gadang dapat menjadi standar baru pembelajaran sains praktikum di Indonesia. Dengan pendekatan yang adaptif dan kontekstual, setiap siswa—terlepas dari keterbatasan sarana—diharapkan tetap bisa belajar IPA dengan cara yang menyenangkan, aman, dan berkelanjutan.